Tuesday, November 5, 2013

Home » , , , , , » Belajar dari Kesuksesan Lenovo

Belajar dari Kesuksesan Lenovo

Lenovo Group Limited, sebelumnya dikenal dengan nama Legend Group, adalah produsen PC terbesar di Republik Rakyat Cina. Pada tahun 2005, Lenovo membeli divisi PC IBM karena IBM akan berkonsentrasi penuh pada bisnis enterprise. 

Nilai pembelian IBM oleh Lenovo sebesar USD 1,75 miliar. Awalnya, banyak yang meragukan akuisisi Lenovo ini akan berbuah pada kesuksesan.

Namun Lenovo nyatanya sukses membangkitkan bisnis PC IBM yang dikenal dengan sebutan ThinkPad. Hanya dalam 3 tahun, pendapatan melonjak mencapai USD 15 miliar dari awalnya USD 3 miliar.

Berikut adalah kisah sukses dari Lenovo yang saya kutip dari www.yantokiernz.com

Sesungguhnya , Legend (Legenda) adalah nama inggris dari Lenovo sebelum perusahaan itu tahu bahwa banyak perusahaan di luar negeri yang sudah menggunakan nama itu, dan mereka harus menggantinya. Hal itu sangat disayangkan karena tidak ada kata yang lebih akurat untuk menggambarkan kesuksesan Liu ChuanZhi – lelaki yang mengawali kariernya sebagai agen penjualan IBM ketika masih memakai jas pinjaman dan dua puluh tahun kemudian membeli perusahaan tersebut.

Dalam beberapa hal riwayat hidupnya kurang menarik. Dia nyaris tidak bisa berbicara bahasa Inggris sepatah kata pun, tak punya pengalaman bertugas di pasar di luar Cina, dan sama sekali bukan peramal teknologi masa depan. Namun, seperti beberapa pengusaha Cina lainnya yang berusia di atas lima puluh lima tahun, dia telah lulus dari “sekolah kemalangan”.

Liu lahir pada 1944 dari sebuah keluarga yang sejarahnya sama sekali tidak “revolusioner”. Ketika masih bocah, dia berkhayal bisa menjadi pilot, tetapi latar belakangnya menghalanginya sehingga mendaftar pun dia tidak diizinkan. Sebagai seorang mahasiswa yang cerdas, dia ingin bergabung di partai, tetapi terhalang karena dipandang kurang memiliki kepekaan terhadap para buruh dan petani. Menghadapi keadaan yang merugikan ini dia harus banting setir menjadi seorang “jarum berbalut kapas” ; seseorang yang bisa melakukan hal-hal yang tidak disukainya tetapi tetap terlihat gembira. Salah satu langgkah awalnya adalah melakukan pekerjaan sukarela mengumpulkan tinja dari toilet-toilet umum di sebuah jalan untuk membuktikan bahwa dia tidak berjarak dengan rakyat kecil. Dia menyekop kotoran tersebut, mengangkutnya ke gerobak, dan kemudian menghelanya untuk dijadikan rabuk pertanian.

Usahanya terbayar. Ketika lulus dari jurusan teknologi radar, dia telah dihormati di kalangan guru dan kawan-kawannya sesame mahasiswa. Dia juga dikenal sebagai juru debat public yang bagus, sebuah keterampilan yang banyak dibutuhkan pada masa-masa awal Revolusi Budaya. Pada 1968, dia lulus dan mendapatkan sebuah pekerjaan bagus di Institut riset di Chengdu, sebuah kota di barat daya Provinsi Sichuan. Tetapi baru beberapa bulan setelah dia tiba di sana, Mao sudah melahirkan gagasan baru: semua intelektual muda harus dikirim ke desa-desa untuk belajar dari para petani. Liu adalah kelompok pertama yang dikirim untuk menggarap sawah di sebuah kawasan pertanian dekat Macao dan kemudian ke sebuah kawasan pertanian di Hunan, yang sebelumnya merupakan kamp kerja paksa untuk para penjahat. Pada 1970, peruntungannya berubah dan dia dikirim ke Beijing untuk bekerja sebagai insinyur di Institut Teknologi Komputer di Akademi Ilmu Pengetahuan yang terhormat. Meskipun Revolusi budaya sedang gencar-gencarnya pada tahun itu, dan sebagian besar lembaga “intelektual” telah dibubarkan, Institut Teknologi Komputer diizinkan untuk tetap buka karena institute ini dirancang sebagai sebuah unit militer: “Pasukan BJ 116”.

Namun, pada awal dasawarsa 1980-an, Cina tidak lagi menerapkan kebijakan siaga perang dan anggaran militer dipotong. Institut Teknologi Komputer harus menggaji lebih dari 1.000 ilmuan dan 500 karyawan ketika tiba-tiba pendanaannya dipangkas. Ternyata, bagi Liu, itu berarti dia mendapat PHK yang paling menguntungkan. Institut tidak lagi bisa menggaji intelektual sebanyak itu dalam kondisinya yang serba sulit itu, dan mereka mendorong para ilmuwan muda itu untuk mencari pemasukan sendiri. Pada desember 1984, sebuah kelompok di antara para intelektual muda tersebut mendirikan sebuah badan yang agak berat, yaitu Perusahaan Pengembangan Teknologi Baru di bawah Institut Teknologi Komputer Akademi Ilmu Pengetahuan. Markas besarnya adalah sebuah rumah batu bata satu lantai dengan luas dua puluh meter persegi yang terletak di dekat gerbang institut itu. Lantainya dari semen, tanpa sofa, tanpa kursi berlengan, dan tidak ada computer, hanya ada dua bangku dan dua meja yang masing-masing punya tiga laci. Dari luar, bangunan tersebut tampak seperti bangunan paling jelek yang bisa dibayangkan. Tetapi dari situlah Lenovo bermula, dan pemilihan waktunya sungguh sangat menguntungkan. Pada bulan yang sama ketika para ilmuwan tersebut pindah ke rumah itu, Deng Xiaoping menyetujui sebuah dokumen terkenal yang menyebutkan bahwa beberapa orang diizinkan untuk menjadi kaya terlebih dulu.

Kaya bukanlah kata yang tepat untuk menggambarkan Liu pada masa itu. Seperti halnya empat puluh keluarga ilmuwan lainnya di institute tersebut, dia tinggal di sebuah ruangan berukuran sekitar 12 meter persegi yang dia bangun dengan tangannya sendiri di lapangan parker sepeda di institute tersebut. Dia dan koleganya, Li Qin, yang kelak menjadi Wakil Presiden Legend, biasanya pergi bersama-sama untuk mengambil pasir dari sebuah proyek pendirian bangunan terdekat untuk membuat adonan semen guna merekatkan batu bata. Keduanya membangun dapur bersama dan kemudian Liu menempelkan Koran di dinding dan memasang ijuk untuk dijadikan atap. Bangunan sempit ini selanjutnya menjadi rumah bagi Liu, istrinya, dan putranya saat dia memulai karier korporatnya yang amat terkenal itu. Suatu hari, ketika istri Liu mencuci banyak pakaian, tanpa sepengetahuannya sebuah kaus kaki jatuh ke panci masak dan nyaris menjadi sup. Ketika itu gaji Liu hanya sedikit di atas $ 13 per bulan, upah yang harus dihemat dengan sabar selama berbulan-bulan hanya untuk membeli pakaian dalam ketat dari bahan katun.

Tetapi segalanya berubah. Institut memberinya 200.000 renminbi sebagai modal untuk mengawali perusahaanya disertai wewenang untuk membelanjakan uang itu dengan cara apapun yang diinginkannya, memperkerjakan siapa saja yang dia suka, dan memutuskan strategi bisnisnya sendiri. Berbeda dengan para wiraswastawan zaman sekarang yang umumnya menyukai independensi, Liu menganggap akan sangat menguntungkan jika mempertahankan jalinan yang kuat dengan institute. Dia mendapatkan kehormatan yang dimiliki nama besar institute itu, hubungan dekat dengan pemerintah, dan akses untuk mendapatkan riset dan keahlian. Namun, meski didukung hal-hal ini, usaha pertamanya ini berakhir dengan kegagalan. Dia dan para koleganya kehilangan arah dan mulai menjual apa saja, mencari keuntungan yang cepat didapat. Mereka berjual beli jam-jam elektronik, sepatu olahraga, celana olahraga, dan kulkas, dan kehilangan dua pertiga modal awal mereka di tangan seorang penipu di Jiangxi yang telah berjanji menjual sejumlah TV kepada mereka. Hal itu bisa menjadi akhir karier bisnis Liu andaikan saat itu Akademi Ilmu Pengetahuan tidak mengambil keputusan membeli 500 unit komputer IBM. Liu dan timnya membuat kontrak untuk merawat komputer-komputer tersebut dan terbayarlah kerugian mereka selama itu. Ketika semakin mengerti bisnis komputer, dia tidak tahan ketika melihat bagaimana para pengecer menaikkan harga produk impor seperti komputer dari IBM itu. Harga impor untuk PC IBM 286 adalah 20.000 renminbi, tetapi para pengecer menjualnya seharga 40.000. Liu mempunyai gagasan tentang apa yang akan dia lakukan selanjutnya.

Selanjutnya, dia ingat rapat pertamanya sebagai seorang agen IBM. “Saya duduk di barisan paling belakang sambil memakai jas tua milik ayah saya dan sepanjang hari itu saya tidak mendapat kesempatan untuk berbicara, “ kata Liu. “Semuanya terasa baru dan mengejutkan. Bahkan di dalam mimpi pun saya tidak pernah membayangkan bahwa suatu hari kami bisa membeli bisnis PC IBM. Itu tidak terpikirkan. Mustahil.”

Masa-masa awal setelah dia terjun ke lautan bisnis itu terasa sulit dan tak bisa ditebak. Sering kali dia harus mengorbankan harga dirinya, mengerahkan seluruh kemampuan yang dia peroleh selama masa studinya yang penuh pergolakan. Suatu kali, ketika dia berusaha mendapatkan sebuah lisensi, seorang lelaki muda yang masih berusia dua puluhan tahun memaki-makinya, tetapi Liu masih mengajaknya keluar untuk makan malam dan sedikit merayu lelaki muda itu untuk mencapai tujuannya. Pada sebuah kesempatan, dia dan teman-teman sejawatnya membelanjakan 25.570 renminbi untuk membeli 10 unit televisi, dua kulkas, dan sepuluh botol anggur Maotai sebagai “bingkisan” buat para pejabat yang perlu dijaga agar tetap baik kepada mereka. Namun, kali lain, dia menunggu sambil membawa batu bata di depan pintu rumah seorang rekan bisnis yang telah menunggak sebuah pembayaran, dan begitu si rekan bisnis kembali, Liu membuatnya syok sedemikian rupa sehingga dia bisa menemukan cara untuk membayar tunggakannya. Walaupun bisa bersikap sekasar itu kepada orang luar, dia selalu mencurahkan perhatian yang besar kepada orang-orang yang bekerja untuknya. Pada 1989, makanan sulit didapatkan di Beijing dan inflasi naik dengan cepat. Maka, Liu pergi ke Shandong dan meminjamkan 100.000 renminbi kepada para petani di sana, disertai pemberitahuan bahwa mereka tidak perlu mengembalikan uang tersebut, mereka hanya perlu mengembalikannya berupa sayur dan daging babi.

Seperti itulah cara menjalankan bisnis pada dasawarsa 1980-an. Namun, ketika para karyawannya makan daging babi dan sayur-mayur yang didatangkan dari Shandong dengan kereta api, mereka tengah mengerjakan sebuah proyek penting tertaraf global merancang komputer Legend pertama. Begitu prototype komputer tersebut sudah dirakit dari bagian-bagian selundupan yang sebenarnya diperuntukkan bagi komputer-komputer dari perusahaan lain. Liu mulai berani memimpikan masa depan yang cerah. Nama perusahaan tersebut berganti menjadi Legend, dan diterapkanlah budaya korporat yang ketat. Untuk tidak menyebutnya militeristik, yang dengan riang Liu menyebutnya sebagai matriks Spartacus. Para karyawan harus lari pagi, kemudian menyanyikan lagu Legend dan selanjutnya belajar. Jika para manager terlambat dalam sebuah rapat, mereka harus berdiri di sudut ruangan saat rapat berlangsung.

Kira-kira pada saat inilah perusahaan mengembangkan produk terobosannya- sebuah papan sirkuit yang memungkinkan PC IBM memproses aksara Cina. Sistem bahasa Cina membantu mereka menjual PC Impor, yang memberi mereka pengalaman distribusi dan pemahaman akan kebutuhan konsumen. Pada 1990, mereka mulai merakit PC di bawah bendera mereka sendiri sekaligus menjual printer untuk Hewlett-Packard serta komputer-komputer untuk AST, sebuah perusahaan AS yang kini sudah tutup. Setelah itu, bisnis mereka pun berkembang pesat dan pada 1994, Legend melemparkan sahamnya di bursa saham Hong Kong. Perusahaan tersebut meniru sepenuhnya sistem manajemen perdagangan Hewlett-Packard, dan menerapkannya untuk jaringan yang semakin mereka tingkatkan penggunaannya untuk menjual produk-produk merek mereka sendiri di Cina. Dia juga menyalin kartu pengenal para karyawan HP. Suatu kali, Liu mengatakan bahwa Legend adalah merek yang sedang bangkit, tetapi HP adalah guru Legend.

Pada akhir dasawarsa 1990-an dan dua tahun pertama abad ini, segalanya terasa mudah dan penuh keberhasilan. Komputer Legend memimpin di pasaran dan kemudian mengungguli IBM, HP, Compag, dan lain-lain. Pada titik puncaknya, pangsa pasar computer Legend mencapai 30 persen. Tetapi, setelah Cina menyetujui World Trade Organisation, yang menyingkirkan banyak batasan yang menghalangi langkah para pesaing dari Negara lain, lawan Legend mulai mengejar ketertinggalannya. Liu menggambarkan dinamika tersebut seperti ini : “Dulu, persaingan antara perusahaan-perusahaan Cina dan perusahaan luar negeri itu seperti sebuah perlombaan antara kura-kura dan kelinci di rawa. Perusahaan-perusahaan asing itu, yang menjadi kelincinya, mengeluh bahwa perlombaan itu tidak adil. Tetapi setelah Cina menyetujui WTO, kini kami berlomba di lintasan lari.”

Segalanya kian menjadi serbasulit. Perusahaan yang kini bernama Lenovo itu merasakan pangsa pasar komputernya di dalam negeri anjlok sekitar 27 persen pada akhir 2004 dan awal 2005. Ratusan perusahaan Cina baru bermunculan dengan meniru hingga sekecil-kecilnya langkah yang telah dimulai Liu dua puluh tahun sebelumnya ; merakit komputer-komputer mudah dari bagian-bagian yang dipilih secara acak dan menjualnya dengan harga sangat rendah. Berbagai upaya yang ditempuh Lenovo untuk merambah ke bisnis-bisnis lain gagal. Harapan besar bahwa telepon genggam akan memberikan banyak keuntungan yang dibutuhkan itu pun terbukti salah setelah industri itu diporakporandakan oleh masalah lama, yaitu kelebihan persediaan dan perang harga. Inisiatif yang telah dikoar-koarkannya, yakni mendirikan portal internet, FM365, dengan AOL Time Warner dan sebuah rencana investasi sebesar $ 200 juta, pun terperosok karena kurangnya kecocokan di aantara dua perusahaan tersebut. Dan para “kelinci” khususnya yang bernama Dell mulai bergerak begitu cepat di pasar Cina sehingga untuk pertama kalinya dalam delapan tahun, si kura-kura merasa khawatir harus menyerahkan posisinya sebagai pemimpin pasar. Semua masalah di pasar di dalam negeri ini menggiring Liu untuk mengambil sebuah solusi dramatis. Dia menemukannya pada IBM.

Setelah membeli ikon Amerika tersebut, dia menjelaskan alasannya. “yang kami lakukan sekarang adalah membiarkan si kura-kura menunggangi si kelinci dan membiarkan si kelinci berlari. IBM adalah kelinci, dan Lenovo adalah kura-kura yang menunggangi si kelinci. Biarkan kelinci itu membawa kita maju. “ Setelah mendengar komentar tersebut, jelaslah bahwa Lenovo memandang akuisisi IBM sebagai jawaban untuk masalah yang dihadapinya di pasar dalam negeri. Tetapi Liu juga melihat IBM sebagai sebuah jalur menuju pasar asing yang tidak mereka akrabi. “Apa yang kami inginkan dari transaksi ini ?” Tanya Liu. “Kami menginginkan merek. Bisakah kami membuat merek sendiri? Sulit. Kami menginginkan tim-tim yang memiliki keahlian internasional. IBM sudah memiliki tim-tim seperti itu. Kami menginginkan pasar, distribusi, dan jaringan penjualan. IBM memilikinya. Kami menginginkan teknologi. IBM memilikinya.”

Thanks For Your Comment Here

ads

Blog Archive

Powered by Blogger.

elemen 1

Template dan Modifikasi by : ilmupedagangpelajar | ilmupedagangpelajar | ilmupedagangpelajar Published at ilmupedagangpelajar
Copyright © 2013. Ilmupedagangpelajar - All Rights Reserved